Kumpulan Cerpen Fiksi Can Be Fun For Anyone
Kumpulan Cerpen Fiksi Can Be Fun For Anyone
Blog Article
Salah satu alasan utamanya adalah karena harus mencari nafkah. Saya adalah Gilang, dan saya termasuk dalam kelompok anak-anak yang tidak dapat mengecap pengalaman bersekolah.
Kisah persahabatanku dengan Jasmine dimulai saat kami memasuki SMP. Waktu itu, kami baru saja saling mengenal ketika aku hampir pingsan saat pelajaran olahraga. Jasmine dengan kepedulian yang besar bertanya, “Kamu terlihat sangat lemas.
Ketika bekal tersebut diberikan kepada ayahnya, sang ayah terkejut karena bekal yang dibawakan hanya sedikit.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberi pengertian kepada anak-anaknya agar jangan hanya memikirkan diri sendiri.
Dalam cerpen saya itu dikisahkan tentang terbunuhnya seorang lelaki kulit putih kolektor benda antik yang diam-diam menyimpan sebuah buku kuno dalam aksara dan bahasa tak dikenal.
“Soal sekolah dan biaya apapun, kamu ngga’ usah khawatir biar saya yang menanggungnya.” lanjut Papa Riska.
Beberapa siswa tertawa, tapi ada anak lain yang ingin membantunya. Salah satu siswa perempuan yang lebih tua mengantar kami kembali ke kelas.
Pada suatu hari di hutan belantara, hiduplah seekor kancil kecil yang sangat cerdik. Ia dikenal dengan sebutan Si Kancil. Nama Si Kancil sangat terkenal di hutan tersebut karena kecerdikannya dalam mengatasi berbagai masalah.
“Jadi Pak Andri, saya ini pulang untuk memenuhi niat saya ketika menerima beasiswa, yaitu mensejahterakan warga desa di mana saya lahir dan dibesarkan,” ujar Dokter Rana pada Ayah.
Ketika hendak kembali mencari kayu bakar, si pemuda Cerpen Fiksi tidak sengaja menabrak kereta milik raja hingga kereta tersebut terbalik. Meski sudah meminta maaf berkali-kali, raja tetap memerintahkan para pengawalnya untuk menangkap pemuda tersebut dan memenjarakan dia.
“Aku senang seperti ini. Getah ini tidak menyakitiku. Aku akan merasa sakit jika kau lemparkan aku ke atas duri itu,” kata Kelinci Kecil sambil matanya mengerling ke arah duri pagar.
Aku melihat sebuah kelas dan masuk ke dalamnya. Dua siswa lain mengikutiku. Tak seorang pun dari kami yang tahu harus ke mana.
Dari balik tirai jendela yang lusuh, sepasang mata kecil menatap awas. Pandangannya tidak terlepas dari lapangan bola, tepat 10 meter di depan rumahnya. Sudah setengah jam gadis it mengawasi. Bukan gerak-gerik bola. Bukan pula para pemain bola berseragam putih merah, karena di sana hanya ada bayangan kosong dan keheningan.
Tulislah beberapa judul cerita yang menurut kamu sesuai dengan isi cerita yang akan kamu tulis nanti.